Dulu, aku tidak takut mati. Entah pun jika aku mati, yang aku
takutkan adalah rasa-rasa dari kematian tiba. Seperti yang pernah aku
dengar cerita dari orang-orang yang telah jauh tua, tentang betapa
sakitnya rasa kematian itu. Layak tebasan seribu pedang. Perih tak
berperi. Teramat. Sangat.
Yang aku takutkan dulu adalah proses-proses kematianku tiba. Aku
takut darah. Aku takut melihat darah atau darah yang mengalir keluar
dari tubuhku yang entah terkoyak atau tersayat. Aku takut. Bahkan,
melihat kambing kurban yang mengerang kesakitan bertemu dengan maut pun
aku takut. Dulu pun aku tidak begini, aku yang semasa kanak malah
begitu suka melihat kambing-kambing yang digiring menuju
pembantaiannya.
Namun, sekarang tidak lagi. Perih rasa kesakitan yang
menggiring mereka seolah juga aku rasakan.
Kadang aku membayang. Bagaimana proses aku menuju kematian itu.
Apakah tenggelam. Apakah terbang lantas terguling setelah dihantam.
Terbakar. Remuk setelah digilas oleh sesuatu. Atau aku akan jatuh dari
ketinggian, atau mati terhimpit reruntuhan. Segala hal yang aku
bayangkan berujung kepada rasa sakit yang sangat. Kematian tercepat dan
tidak menyisakan sakit mungkin cuma jika kepalaku pisah dari badan.
Ketika aku terpancung seperti Djenar atau Hallaj.
Sekarang, aku teramat takut kepada
kematian. Dosaku begitu hitam, menjerat leherku hingga ke dalam bumi
terdalam. Mengikatku dan menolak inginku untuk pergi ke langit sana.
Aku terlalu takut kawan, takut akan kematian.
Aku tidak tenang lagi bilaku mati sekarang. Aku takut, betapa banyak
aku meninggalkan amal keburukan. Dosa-dosaku bertumpuk, tidak pula aku
pernah membersihkan. Lihatlah kawan, gudang amalku. Penuh debu dan
sejuta kekotoran. Aku tidak berani menghadap Tuhan jika begini.
Sungguh, aku tidak berani.
Aku percaya Tuhan adalah Dzat yang Maha Pemaaf. Aku percaya, Dia
adalah Maha Pengasih. Dia yang tidak akan menghukumku tidak dengan
dosaku.
Setiap kali aku tahu salah, aku tidak berhenti untuk tidak
melakukannya. Aku menikmati rasa-rasa dosaku itu. Tuhan ciptakan rasa
dosa itu adalah keinginan-keinginan untuk melenakan aku dan terus
berkelanjutan untuk aku lakukan. Tuhan ciptakan para setan untuk
menggodaku agar aku tetap dalam kemaksiatan. Dia ciptakan hatiku yang
bersih dengan debu yang terus ada.
Pertanyaannya adalah mengapa?
Untuk tujuan apa Tuhan menciptakan seluruh episode nista dalam kitab
takdirku? Apakah dengan tujuan, pada suatu hari, dengan rasa begitu
haru aku akan tunduk kepada-Nya dengan bercucur air mata lantas aku
menyesali semua dosaku. Pada saat itu, badanku gemetar. Sujud tundukku
kepada-Nya. Lantas, membuih mulutku berucap maaf yang sangat. Hati
bergetar, lantas seluruh bumi pun ikut bergetar. Saat itu, adalah saat
pintu-pintu langit terbuka. Dan aku masuk ke sana dengan sepenuh rasa
haru dan gulana.
Aku takut. Kelak, jika aku telah mati. Ada banyak dosa yang aku
punggungi. Dan ketika aku bertemu dengan Tuhanku nanti, Dia akan
memalingkan muka.
#baiquni.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar