Tari 'Matah Ati'
‘Matah Ati’
mengisahkan perjuangan dan perjalanan cinta Rubiyah, seorang wanita dari
kalangan rakyat biasa yang berjuang melawan penjajah bersama Raden Mas Said
yang juga dikenal sebagai Pangeran Sambernyowo.
Kisah ini juga
menceritakan sejarah berdirinya Istana Mangkunegaran, di mana Rubiyah
dipersunting Raden Mas Said dan diberi nama Bandoro Raden Ayu Kusuma Matah Ati,
yang kemudian menurunkan generasi raja-raja Mangkunegaran. Pertunjukan ‘Matah
Ati’ berangkat dari konsep ‘Langendriyan’ lahir dari Istana Mangkunegaran pada
masa Mangkunegoro ke IV, oleh Mangkunegoro IV, menyajikan tarian klasik dalam
Gaya Tari Mangkunegaran serta menggunakan tembang-tembang Jawa sebagai ekspresi
pertunjukan.
Matah Ati diangkat dari perjuangan cinta seorang
wanita Jawa di abad ke-18 yang mendedikasikan hidupnya bagi keluarga dan
bangsa.
Kisah ini semakin relevan dengan jaman sekarang
karena apa yang diyakini Rubiyah di masa itu hingga kini terus diyakini oleh
berjuta wanita Indonesia lainnya, bahwa perjuangan merupakan bentuk cinta untuk
mewujudkan semangat kebersamaan dan membangun nilai-nilai kemanusiaan,” ungkap
Bandoro Raden Ayu (BRAy) Atilah Soeryadjaya, pencetus ide dan konsep, penulis
naskah dan sutradara pentas tari ‘Matah Ati’.
“Pentas ini dikemas
dalam tradisi Istana Mangkunegaran yang kental, dalam bentuk tarian dan tembang
jawa klasik. Tantangan kami adalah bagaimana menyuguhkan pentas tari ini
sebagai sebuah tontonan yang apresiatif terhadap budaya, sarat makna, namun
sangat menarik untuk ditonton.”
Formasi tarian di beberapa adegan yang
menampilkan Rubiyah dikelilingi para prajurit wanitanya, diilhami dari tata
makam Rubiyah di Astana Gunung Wijil Jawa Tengah yang juga dikelilingi oleh
makam-makam prajurit wanitanya. Hal yang sama dilakukan Atilah dalam mendesain
kostum penari. Pertunjukan ini melibatkan 78 orang penari dan pemain gamelan,
dan dirancang agar tampil menarik dan mampu menjadi momentum bagi kebanggan
bangsa Indonesia untuk menghargai dan mencintai seni budayanya dan lebih dikenal
di dunia internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar